SCRIPT
AKHIR CERITA CINTA
Script writer : Fitab
Director : Dolank
SCENE 1 : INT – Dalam mobil – sore
Barry menepikan mobilnya dan berhenti dibahu jalan yang panjang dan sepi, kemudian ia menghentikan music player yang sedang berputar. Dengan seketika suasana pun menjadi hening dan dingin.
Beberapa menit kemudian, kesunyian pun dapat terpecah.
BARRY
Kita udah gak bisa ngikutin ego pribadi. Cinta bukan cuma kita doang yang ngerasain…
ICHA
Kayaknya emang gak ada jalan lain.
BARRY
Putus maksud kamu…???
Icha terdiam sesaat, kemudian menjawab dengan nada lirih.
ICHA
Itu kan yang terbaik?!
BARRY
Jadi semua yang kita jalanin sia-sia??
ICHA
Gak ada yang sia-sia, Bar. Kita cuma ngejalanin apa yang waktu rencanakan.
Barry mengambil sebuah tasbih yang menggantung di spion mobilnya kemudian memberkiannya kepada Icha.
BARRY
Aku udah gak bisa nyimpen ini lagi...
Icha mengambilnya dan menggenggamnya. Pandangan mereka tertuju kepada satu titik yang sama, yaitu reruntuhan daun kering yang menutupi kaca mobil depan.
Cut To:
SCENE 2 : INT. Kamar Icha – Pagi
Icha baru saja selesai mandi, dengan kepala yang masih ditutupi handuk ia mengambil HPnya yang berada di atas bantal kemudian menelepon Barry. Beberapa detik tidak ada jawaban, Icha mencobanya kembali dan Barry menjawabnya.
ICHA
Sayang… kamu baru bangun ya??? Gak ke gereja apa, jam segini belom bangun?
V.O.
BARRY
Aduh, gak usah diingetin deh. Aku kan udah bilang, aku udah males ke gereja. Jadi kamu gak usah ngingetin lagi.
ICHA
Hey, kamu gak serius kan? Bar, aku gak mau tau, kamu bangun sekarang terus siap-siap. Aku gak mau kamu jadi males gini.
Icha pun memutuskan teleponnya.
Cut To:
SCENE 3: EXT. Rumah Icha – sore
Barry telah berada di teras rumah Icha dengan memegang sebuah tasbih yang akan diberikannya kepada Icha Sesaat kemudian Icha keluar dari dalam rumahnya.
ICHA
Loh, kamu kok gak bilang-bilang sih kalo mau kesini?
BARRY
Mmmm… aku mau kasih kejutan aja. Nih buat kamu…
Barry memberika tasbih yang sedari tadi dipegangnya kepada Icha.
ICHA
Tasbih?? Buat apa??
BARRY
Masa kamu gak tau sih buat apa?
ICHA
Iya aku tau buat dzikir, tapi ngapain kamu ngasih ini ke aku? Aku udah punya, gitu…
BARRY
Gapapa, aku mau ngasih aja. Boleh kan??
ICHA
Oh… itu aja?? Ya udah, makasih ya sayang… masuk yuk??
Icha menarik tangan Barry mengajaknya untuk masuk kedalam rumah. Tetapi Barry segera menariknya dan mengucapkan sesuatu yang membuat Icha terkejut.
BARRY
Sayang… aku… aku mau, kamu ngajarin aku belajar sholat, belajar al-qur’an, dan belajar semua tentang agama kamu..
Icha terheran-heran mendengan apa yang Barry katakan…
ICHA
Bar, kamu…. Gak becanda kan??
BARRY
Emang aku kelihatan becanda?!
Dengan rasa kaget dan senang, Icha mengiyakan keinginan Barry.
Cut To:
SCENE 4: INT. Dalam mobil / rumah Icha – siang
Barry mulai serius menekuni agama Islam. Disetiap waktu luang Icha, Barry selalu memintanya untuk mengajarinya membaca Al-qur’an dan sholat. Misalnya, ketika sedang didalam mobil, sering kali Barry membaca Al-qur’an, hingga A-qur’an milik Icha disimpan Barry di dashboard mobil supaya Barry dapat membacanya kapanpun. Ketika di rumah Icha pun, Barry diajarkan berwudhu dan sholat. Begitu seterusnya sampai Barry benar-benar merasa seperti muslim sesungguhnya.
Icha mengeluarkan tasbih dari dalam tasnya.
ICHA
Bar, tasbih ini aku taro di spion aja ya?
BARRY
Lho, ini kan yang aku kasih ke kamu. Masa kamu kasih ke aku lagi?!
ICHA
Gak apa-apa. (Icha mengaitkan tasbihnya di spion mobil)
BARRY
Makasih ya sayang (mengelus rambut Icha). Terus aku udah resmi dong jadi muslim??
ICHA
Belum dong, kamu kan belum ngucap dua kalimat syahadat!
BARRY
Apa itu??
ICHA
Kalimat yang wajjib diucapkan seorang mualaf yang mengartikan bahwa tiada tuhan selain Allah. Dan nabi Muhammad utusan Allah.
BARRY
Ya udah, sekarang aja ya…
Icha memegang tangan Barry dan menatapnya dalam-dalam.
ICHA
Gak sekarang ya?? Semua butuh proses dan waktu, dan yang terpenting keyakinan.
Cut To:
SCENE 5: INT. Rumah Barry – pagi
Barry baru saja keluar dari kamarnya dan bergegas keluar rumah untuk berangkat kuliah. Namun, kedua orang tuanya menunggu diruang tamu dan memanggilnya.
PAPA
Barry…!!
MAMA
Tunggu sebentar, Nak! kami ingin bicara sama kamu!
BARRY
Aduh ma, pa. ntar aja ya pulang kuliah?
PAPA
Sekarang, Barry! Duduk!!
Dengan sedikit rasa malas, Barry menuruti keinginan orang tuanya.
PAPA
Milik siapa barang-barang didalam mobil kamu?
BARRY
Barang yang mana?
MAMA
Barang yang ada di spion dan dalam dashboard mobil kamu!
BARRY
Oh… tasbih dan Al-qur’an??
PAPA
Papa gak suka sama cara kamu!
BARRY
Cara apa sih pa….
Dengan cepat mama menyela bantahan Barry.
MAMA
Selama ini mama diam kamu jarang ke gereja, tapi kalau kayak gini, kami gak bisa tinggal diam.
BARRY
Ma, Pa, aku bisa jelasin. Selama ini aku emang mau bilang, tapi aku nunggu waktu yang tepat.
MAMA
Pulang kuliah, langsung pulang, kita pergi kerumah pariban kamu. Kita bicarakan perjodohan kamu dengan Stella! Yang selama ini udah kami persiapkan untuk menjadi istri kamu!
BARRY
Tapi Ma…???
Mama segera meninggalkan ruang tamu dan tidak mendengarkan Barry lagi. Papa pun ikut pergi, tapi sebelumnya ia berbicara sesuatu kepada Barry yang sedang berdiri terpaku.
PAPA
Ingat Barry! Jangan pernah kamu kecewakan orang tua kandung kamu, hanya demi perempuan yang tidak seharusnya kamu bela.
Cut To:
SCENE 6 : EXT. Parkiran mobil – sore
Enam bulan kemudian. Barry menghampiri mobilnya yang berada di parkiran. Ia terkejut ketika melihat dari kejauhan, diatas mobilnya ada sebuah kotak. Ia segera mengambilnya dan membukanya.
BARRY
Apaan nih??
Barry membukanya dan melihat isi didalamnya, langsung saja ia tahu siapa pengirimnya, dengan cepat ia menengok ke sekelilingnya. Meresa tidak ada orang yang dicarinya, Barry masuk kedalam mobilnya dan memeriksa satu persatu isinya. Disitu terdapat tasbih, beberapa tiket nonton, CD, boneka, dan t-shirt yang pernah diberikan Barry. Dan yang terakhir, ia melihat foto mereka berdua yang diambilnya ketika lebaran, Barry pun teringat dan flash back sewaktu foto itu diambil.
Cut To:
SCENE 7 : EXT. Halaman rumah Icha – siang
Barry baru saja datang memasuki halaman rumah Icha, dengan segera Icha yang masih berpakaian muslim menghampiri Barry.
ICHA
Sayaaang… minal aidin ya…. (menyalami Barry)
BARRY
Iya…. Minal aidin juga ya…
SARAH
Kak Barry… Minal aidin ya kak…
Sarah (adiknya Icha) datang menghampiri mereka berdua dengan membawa kameranya dan segera menyalami Barry.
SARAH
Mau difoto gak??
BARRY
Boleh-boleh Sar.
Barry dan Icha segera berpose dan tersenyum kearah kamera.
Cut To:
SCENE 8 : INT. dalam mobil / EXT. Atap gedung – sore
Barry masih menatapi fotonya bersama Icha, kemudian memasukkannya lagi kedalam kotak. Lalu ia mengambil HPnya dan menghubungi Icha.
Langit terlihat semakin men-jingga, tetapi Icha tidak terhenti memandanginya. Tidak ada satu orang pun yang mengganggunya, disitu hanya dia seorang, sepi. Hingga terdengar suara dering HP-nya berbunyi, dari Barry. Dengan sedikit keraguan, Icha mengangkatnya…
ICHA
Barry…?!
BARRY
Hai Icha,,, apa kabar?
ICHA
Mmm.. gue baik. Elo??
BARRY
Aku juga baik… Cha, kita bisa ketemu??
ICHA
Untuk apa?
BARRY
Aku udah terima kotak yang kamu taro dimobil aku, baru aja. Kita perlu bicara Cha.
ICHA
Gue rasa enggak, Bar. Lo udah ngerti kan maksud dari barang-barang yang gue balikin itu? Seharusnya lo ngerti, Bar!
BARRY
Iya aku tau. Tapi masih ada yang harus kita omongin. Udah 6 bulan kita gak ketemu Cha!
ICHA
……………………
BARRY
Kamu lagi dimana sekarang? Biar aku kesitu sekarang juga.
ICHA
…………………
BARRY
Cha……???
Cut To:
SCENE 9 : EXT. Atap gedung – sore
Barry menghampiri Icha dengan membawa kotak, suasana pun berubah menjadi canggung, mereka sama-sama tidak tau harus memulai dari mana.
BARRY
Hai Cha. (tersenyum)
ICHA
(membalas senyum Barry) Hai……
BARRY
Kamu apa kabar?
ICHA
Kayaknya tadi udah nanya deh di telepon
BARRY
Oh iya… (tertawa malu)
ICHA
(melihat kearah kotak yang dibawa Barry)
Kotak itu kenapa kamu bawa lagi?
BARRY
Kamu kenapa ngasih ke aku??
ICHA
(membalikkan badannya dan membelakangi Barry)
Gue udah gak mau lagi Bar, nyimpen itu semua!
BARRY
(meletakkan kotak dilantai, kemudian menghampiri Icha. Memegang bahu dan menatap matanya)
Tatap mata aku, kenapa kamu ngasih ke aku??
ICHA
(menepis tangan Barry)
Aku udah bukan siapa-siapa kamu lagi kan? Terus ngapain aku masih nyimpen itu semua?!!!
BARRY
Jadi kamu gak ngehargain barang-barang yang pernah aku kasih ke kamu?!
ICHA
Aku ngehargain! Ngehargain banget, malah!! Tapi aku tuh mau ngelupain kamu! Aku gak bisa ngelupain kamu, kalo barang-barang itu masih ada sama aku!
BARRY
……………………
ICHA
Aku tuh harus ngelupai kamu! Kita udah gak sama-sama lagi kan? Dan gak mungkin bisa sama-sama lagi! Susah Bar ngelupain kamu! Enam bulan itu belum cukup, belum lupa sedikit pun!!
Barry hanya terdiam, ingin sekali ia menjawab, tapi ia tidak tau harus menjawab apa dari kata-kata Icha.
BARRY
Aku juga lagi mencoba Cha buat lupain kamu. Sama susahnya, jadi aku gak mau terima barang-barang itu, terserah kamu aja deh mau kamu apain barang-barang itu……. Aku gak bisa Cha nyimpen itu…
Kali ini Icha yang terdiam, lama. Ia merasa tidak perlu untuk menjawab ucapan Barry. Kini suasana menjadi hening, cukup lama.
BARRY
Aku permisi Cha, aku gak bisa lama-lama. Maaf kalau ini akhir yang aku kasih ke kamu.
Barry melangkahkan kakinya menjauhi Icha, ia pergi. Tapi langkahnya terhenti walau tidak membalikkan badannya ketika mendengar Icha mengucapkan sesuatu.
ICHA
Bar……
Kalau kamu minta aku untuk pergi, kamu gak akan lihat aku lagi disini. Tapi kalau kamu minta aku untuk tinggal, aku akan tetap disini tanpa menyesal.
Barry hanya menengokkan kepalanya dan menjawab,
BARRY
Bukan kamu cha yang harus pergi, tapi aku…… maaf cha……
Barry kembali melangkahkan kakinya untuk pergi menjauh, Icha hanya berdiri terpaku menatap kepergian Barry. Tetapi ia kembali lagi, mengambil sebuah undangan yang sedari tadi diletakkannya diatas kotak. Kemudian ia memberikannya kepada Icha.
BARRY
Ini buat kamu...
Icha menerima undangan yang diberikan Barry dan membacanya. Suasana hening, Icha tidak dapat berkata apa-apa ketika melihat undangan pernikahan orang yang dicintainya bersama wanita lain. Barry pun tak dapat berkata apa-apa, ia pergi dan semakin menjauh.
Kini Icha hanya sendiri, berdiri terpaku melihat undangan ditangannya. Setitik air mata menetes dari matanya, membasahi undangan ditangannya.
No comments:
Post a Comment